Konteks Ruang & Identitas

Proses pembelajaran berbasis proyek yang kontekstual dan dilihat dari konteks identitas dan ruangnya

 

Berjalannya proses pembelajaran Presisi di tahun kedua di Kota Banda Aceh membuka kesempatan kami sebagai pendamping di Kota Banda Aceh untuk memilih sekolah, proses pembelajaran project based learning yang kontekstual dan berpihak pada anak yang dijalankan tahun 2021 di Kota Banda Aceh sudah cukup menceritakan banyak hal seperti isu bencana, potensi sumber daya alam, sosial dan budaya dan lain sebagainya. Di samping itu kami mencoba untuk menggali isu lainnya yang mungkin belum di dapat di tahun sebelumnya. Kami tertarik memilih sekolah swasta sebagai untuk Presisi tahun 2022, karena pada tahun 2021 seluruh sekolah baik SMP dan SMA merupakan sekolah negeri, kami ingin membuka dan menggali potensi lain yang di rasakan oleh siswa/i di Kota Banda Aceh. Maka dari itu kami memilih SMP Budi Dharma dan SMA Methodist sebagai sekolah Presisi. Kami berharap untuk bisa menemukan perspektif baru dari siswa/i tentang konteks mereka secara personal terhadap ‘ruangnya.


Presisi mencoba menawarkan ruang yang berpihak pada siswa/i untuk menggali potensi dirinya yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Proses Presisi juga mencoba untuk bisa menemukan kesadaran kritis atas siswa/i terhadap lingkungan sekitarnya. Dari hal tersebut kesadaran kepekaan terhadap diri dan lingkungannya bisa menjadi sebuah proses pembelajaran yang terintegrasi dengan materi pembelajaran di kelas. Ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan melalui proses pembelajaran Presisi bisa dimaknai sebagai sebuah pengetahuan, pengetahuan yang berguna bukan hanya untuk mereka saja namun untuk orang dewasa seperti guru, kepala sekolah, masyarakat dan pemerintah. Tentu saja dalam prosesnya pembelajaran ini melibatkan banyak pihak, dalam hal ini guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar melainkan sebagai fasilitator, coach dan mentor. Siswa/i juga mendapatkan pengetahuan tersebut dari ekosistem pembelajaran yang mana keterlibatan masyarakat dan pemerintah sebagai sumber belajar. Dan tentu saja pengetahuan tersebut mereka bisa ditemukan dari hasil proses mereka menggali seperti mengobservasi dari berbagai macam metode yang mereka lakukan. 


Kembali lagi dalam pemilihan sekolah di Kota Banda Aceh. Kami memilih 3 sekolah lama (Presisi di tahun 2021) dan 2 sekolah baru yang mana keduanya adalah sekolah swasta. Sekolah swasta yang memiliki latar belakang identitas yang cukup berbeda dengan mayoritas yang ada di Kota Banda Aceh. Perlu diketahui latar belakang ini kami ambil dalam rangka membuka ruang pada anak untuk menggali potensi diri dan lingkungan sekitarnya. Maka dari itu kami perlu memilih sekolah yang cukup berbeda dari tahun lalu. Selain itu juga menjadi perspektif alternatif dalam kita melihat kesadaraan siswa/i dalam melihat lingkungannya. Di tahun 2022, dari kacamata kami lingkungan yang dimaksud meliputi 2 hal yaitu ruang yang mana di sebuah kota yang memiliki ragam potensi sumber daya alam dan manusia yang potensial untuk dikaji lebih dalam dan hidup didalamnya. Dan yang kedua adalah identitas, dengan ragam identitas yang tumbuh sejak lampau menghidupi kota di Banda Aceh (khususnya). Bagaimana mereka bisa menggali identitasnya dan mengenali dirinya sendiri. Dari kedua hal tersebut kita berharap dapat belajar banyak hal, mengenai kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat oleh para orang tua dan kakek nenek kita, seperti budaya, kepercayaan, makanan, sejarah dan budaya. 


Hal yang menarik terjadi di SMAN 6 Banda Aceh, penggalian akan identitas dan ruang melalui proses pembelajaran yang ditawarkan oleh Presisi menemukan banyak hal yang bisa dijadikan bahan diskusi antara siswa/i dan ekosistem pendidikannya. Siswa/i di SMAN 6 Banda Aceh melanjutkan proyek pembelajarannya perihal Escape Building yang mana menjadi tempat yang berlindung dari bencana tsunami, sebagai informasi letak SMAN 6 Banda Aceh terletak di pesisir dan pada tahun 2004 daerah Lamjabat merupakan salah satu ground zero yang terdampar karena Tsunami. Dalam konteks siswa/i SMA, generasi mereka tidak merasakan langsung gempa dan Tsunami yang terjadi pada tahun itu, rata-rata mereka lahir setelah tahun 2004. Maka dari itu terjadi kurangnya informasi yang mereka dapatkan tentang Tsunami. Ketertarikan mereka melihat bahwa Escape Building karena setiap hari mereka melihat gedung tersebut hanya sebagai sebuah gedung. Namun penggalian akan gedung yang sangat penting tersebut mereka temukan di tahun 2021. Mereka menggali betul bangunan tersebut, sampai mereka tahu berapa banyak pilar yang dipasang di gedung tersebut, berapa ukuran gedung tersebut dan lain sebagainya, proses tersebut awalnya mereka dapatkan dari pencarian data di internet, namun sebagai tidak hanya sampai di situ mereka memverifikasi dengan melakukan observasi langsung di gedung tersebut sehingga data yang mereka dapatkan lebih valid dan lebih kaya akan data. Mereka tahu berapa jarak antara satu pilar dan pilar lainnya. Hal tersebut penting dan menarik bagi semua pihak terutama mereka sebagai siswa/i, Mereka bisa mengimplementasikan dan memaknai pembelajaran yang didapat di dalam kelas ke proyek yang mereka lakukan, pada tahun 2021 mereka mengartikulasikan proses pembelajaran mereka menjadi sebuah maket. Di tahun 2022, mereka melanjutkan proyek tersebut, mereka membuat diorama yang lokasi spesifik escape building tersebut dan dalam proyeksinya mereka bisa membangun sistem evakuasi yang mereka dapatkan dari proses pembuatan diorama.


Screenshot 2022-12-13 180431

Proyek diorama Tsunami SMAN 6 Banda Aceh

Selain konteks ruang, Identitas juga menjadi isu yang ditelisik oleh siswa/i SMAN 6 Banda Aceh. Mereka mencoba menggali salah satu potensi budaya tradisional khas Aceh yaitu teknik merajut yang telah lama ada yaitu Kasab, teknik ini mereka observasi dan mereka menemukan definisi tentang teknik ini dari peneliti berkebangsaan asing, hal ini menjadi pantikan diskusi yang menarik setelah mereka mempresentasikan proses pembelajarannya, pertanyaannya mengapa orang asing yang bisa mendefinisikan teknik lokal khas Aceh, kemana orang Aceh-nya sendiri dalam menggali dan menghasilkan pengetahuan tentang identitas mereka. Dari diskusi ini dapat disimpulkan bahwa semoga kelak mereka sebagai generasi penerus bangsa dapat menghasilkan diskursus dan ahli dalam bidang yang berkaitan dengan identitas mereka. Selain itu, hal yang menarik adalah mereka menggali dan bereksperimen terhadap material dalam menerapkan teknik Kasab Aceh. Mereka menggunakan plastik sebagai material alternatif untuk merajut yang dipadukan dengan benang. Kesadaran mereka akan material yang banyak terjadi di sekitar mereka. Sampah plastik selalu menjadi permasalahan di berbagai tempat, dengan kesadaran yang sederhana ini semoga proses yang mereka lakukan bisa menjadi pengetahuan dan pemantik ide tentang penggunaan material limbah plastik yang digunakan dalam konteks lokalitas di setiap daerah.


Screenshot 2022-12-13 180807

Eksperimentasi material yang dilakukan siswa/i SMAN6 Banda Aceh pada teknik kasab Aceh

Dalam diskusi yang terjadi di SMAN 6 Banda Aceh, kami melihat potensi yang bisa dikembangkan oleh siswa/i di sekolah tersebut adalah membuat tutorial secara teknis tentang Kasab itu sendiri, sebagai budaya lokal dalam menggalinya mereka cukup sulit menemukan bagaimana membuat Kasab itu sendiri, selain itu mereka bisa mendefinisikan ulang dari perspektif mereka sebagian pelajar di Aceh tentang Kasab, karena dalam proses yang mereka lakukan dalam mengobservasi dan menggali lebih dalam tentang teknik Kasab,  kedua hal tersebut mereka kurang banyak temukan sebagai sebuah literaturnya. Mungkin saja dikemudian hari terbit sebuah buku atau sumber pengetahuan tentang Kasab dari SMAN 6 Banda Aceh.


Selanjutnya SMP Budi Dharma, sekolah yang terletak di tengah kota Banda Aceh yang dinaungi oleh Yayasan Katolik menjadi sekolah yang cukup diminati oleh teman-teman warga keturunan di Banda Aceh. Dengan rombongan belajar yang tidak begitu banyak dibanding sekolah negeri. Beberapa guru-gurunya juga terbilang fresh graduate dengan semangat yang tinggi dan sangat terbuka dalam mendampingi siswa/i berproses melalui Presisi. Pada awal kunjungan para guru di sekolah ini cukup paham dengan maksud Presisi namun mereka binggung harus membuat seperti apa dan mereka memulai dengan mengajak siswa/i merefleksikan dirinya, dalam prosesnya para siswa/i bercerita tentang pengalamannya ketika waktu kecil atau saat ini merasakan beberapa bentuk ledekan dari beberapa teman sebayanya mengenai hal-hal yang ‘berbau’ identitas. Salah satu siswi pernah memiliki penggalaman ketika kanak-kanak dulu, dia memiliki teman akrab, mereka selalu bermain bersama lalu ketika suatu ketika teman karibnya tidak mau bermain bersamanya lagi, siswi tersebut merasa bingung karena tidak tahu penyebabnya, bahkan siswi tersebut malah mendapatkan ledekan yang berkaitan dengan identitas dirinya sebagai warga keturunan dari teman karibnya. Bahkan hingga siswa/i menduduki bangku sekolah menengah pertama, beberapa dari mereka masih mendapatkan perlakuan yang terbilang rasis dari teman seumurannya. 


Ruang untuk anak berpendapat tentang identitasnya terhalang oleh ruangnya

Seiiring berjalannya proses pembelajaran Presisi yang mereka lakukan, beberapa sineas, rekan-rekan pengiat budaya dan aktivis kemanusiaan khususnya di Banda Aceh dan sekitarnya dijadikan narasumber dalam proses pembelajaran mereka, mereka juga mengobservasi bagaimana proses pembuatan film dari sisi pra produksi, produksi hingga pasca produksi. Mulai dari mengejawantahkan gagasan dalam pikiran mereka masing-masing menjadi sebuah naskah cerita, lalu naskah cerita tersebut dijadikan script film. Dan menemukan teman-teman mereka yang cocok untuk memerankan tokoh-tokoh yang ada dalam film tersebut mereka rasakan sebagai sebuah pembelajaran. Proses produksi pembuatan film dengan gawai yang mereka miliki dan dikumpulkan dari beberapa teman di kelompoknya juga mereka alami. Hingga pada proses editing mereka belajar dari para editor film yang berkecimpung di dunia perfilman di Banda Aceh. Proses tersebut tentu saja didampingi oleh beberapa guru yang semangat mendorong para siswa/i untuk berproses, bimbingan dan arahan yang sepantasnya juga diberikan oleh guru-guru, sebagai bentuk pandangan orang dewasa karena tentu saja sebagai anak-anak remaja, mereka memiliki ide yang tak terbatas dan perlu dibimbing untuk lebih terarah dalam menyampaikan gagasan. Ketika mereka bercerita tentang bagaimana proses yang mereka rasakan tersebut kami menangkap beberapa mata pelajaran mereka pelajari tanpa harus duduk manis dan mendengar di dalam kelas, seperti mata pelajaran bahasa Indonesia, kewarganegaraan, IPS dan lain sebagainya. 


Screenshot 2022-12-13 181217

Pertemuan dengan Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh

Namun ketika menjelang akhir proses Presisi, salah satu utusan Dinas Pendidikan kota datang ke sekolah tersebut, beliau meminta untuk proyek pembelajaran yang telah dilakukan sejauh ini dihentikan dan mengganti dengan proyek pembelajaran yang lain. Tentu saja para guru dan kepala sekolah kaget, karena setiap progres yang dilakukan oleh siswa/i selalu di updated kepada pihak pengawas sekolah dan Dinas Pendidikan Kota, padahal anak-anak sudah sangat bersemangat untuk mempresentasikan hasil proyeknya dan prosesnya ke depan publik. Tentu saja hal tersebut membuat guru-guru bingung, jika anak-anak mengetahui hal ini tentu akan mematahkan semangat anak-anak dan berpengaruh ke mental mereka..Setelah mendengar kabar tersebut kami sebagai pendamping Presisi di Kota Banda Aceh langsung duduk bersama kepala sekolah dan guru-guru SMP Budi Dharma, kami mencari jalan keluar dari persoalan ini, salah satu kesepakatan dengan guru-guru adalah bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh untuk mendiskusikan perihal ini. Setelah mencoba membuat janji dengan Kepala Dinas hari itu juga di sore harinya kami bisa bertemu dan duduk bersama dengan beliau. Diskusi dibuka dengan kesepakatan bahwa diskusi ini dilakukan memprioritaskan kepentingan proses pembelajaran siswa/i SMP Budi Dharma. Di dalam diskusi tersebut kami saling memberikan opini mengenai proses pembelajaran yang telah berlangsung, namun demi menjaga kenyamanan dan kepentingan siswa/i SMP Budi Dharma kami bersepakat untuk tidak mempublikasikan karya yang mereka hasilkan dalam waktu dekat ini dengan alasan kekhawatiran akan respon dari ‘ruang’ (dalam hal ini respon masyarakat melihat film tersebut). Setelah melihat film yang mereka hasilkan, bagi kami film tersebut tidak ada muatan sensitif tapi kita tidak bisa melihat film tersebut hanya sebagai film tanpa melihat konteksnya. Dalam hal ini konteksnya adalah siapa yang membuat film tersebut dan dari sekolah mana film pembuat film tersebut. Lagi-lagi konteks identitas dan ruang yang menjadi alasan kami untuk tidak mempublikasikan untuk sementara waktu. Menjelang tahun-tahun politik yang akan terjadi di Indonesia dan berkaca pada tahun-tahun politik sebelumnya terjadi polarisasi antara masyarakat. Kekhawatiran tersebut yang menjadi salah satu alasan juga kami bersepakat. Sebagai pendamping Presisi di Banda Aceh kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh yang mana mereka sangat menjaga dan membela hak siswa/i sebagai manusia pembelajar, proses tetap boleh dilanjutkan (karena pada pertemuan dengan Dinas Pendidikan Banda Aceh proses tersebut belum rampung sepenuhnya) film tetap boleh dipublikasikan secara internal sekolah agar siswa/i tidak kecewa dan patah semangat untuk terus berproses.    


Identitas dan ruang menjadi konteks yang utama dalam proses pembelajaran Presisi di tahun 2022 khususnya di Banda Aceh, Konteks identitas yang menyebabkan ‘ruang’nya belum mampu untuk menerima hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan salah satu ‘identitas’ tertentu untuk mengemukakan perasaan, pendapat dan gagasannya terhadap apa yang telah dialaminya. Hal ini mungkin terjadi di seluruh masyarakat di belahan dunia manapun. Namun ada dasar kenyamanan dan kepentingan siswa/i (khususnya) SMP Budi Dharma Banda Aceh kami bersepakat.  


Sebagai yang melakukan proses pembelajaran Presisi, SMP Budi Dharma menjadi salah satu contoh yang lengkap yang telah dilakukan oleh siswa/i dan guru-gurunya. Hal tersebut terbukti dengan proses asesmen dan penilaian yang dilakukan guru-guru terhadap proses belajar siswa/i nya mereka sudah membuat matriks penilaian yang mana melihat proses pembelajaran terintegrasi dengan beberapa mata pelajaran dan materi pembelajaran yang terkandung didalamnya. Dan SMP Budi Dharma tentu saja telah memasukan proses pembelajaran berbasis proyek ini kedalam intrakurikuler. Bisa dikatakan bahwa ini menjadi salah satu contoh yang proses pembelajaran Presisi yang lengkap dan utuh. 

Bagi kami pendamping Presisi di Kota Banda Aceh, banyak yang bisa dipelajari dan dimaknai sebagai sebuah pembelajaran dari proses yang telah dilakukan siswa/i dalam berproses, banyak pengetahuan baru yang belum kami dapatkan sebelumnya dan kami menangkap bahwa pembelajaran berbasis proyek yang kontekstual juga harus juga mementingkan konteksnya, khususnya konteks identitas dan ruangnya.