Apresiasi Seni Media di Indonesia dalam Pameran Seni Media Following di Galeri Nasional

  • PENDAHULUAN
    • Latar Belakang

Peradaban modern manusia menghasilkan beberapa kemajuan diberbagai bidang, salah satunya dibidang teknologi. Teknologi sebagai hasil dari penerapaan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Hingga pada akhirnya teknologi melebur dan masuk ke dalam kehidupan manusia sebelumnya dan berpengaruh kepada bidang ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan dan politik dan pada prinsipnya teknologi merupakan media untuk membantu kehidupan manusia (Murti 2009). Dewasa ini, perkembangan teknologi semakin pesat. Banyaknya inovasi dalam bidang teknologi yang diciptakan untuk membantu peradaban manusia menjadi lebih mudah. Mulai dari kebutuhan mendasar hingga kebutuhan pada tingkat yang spesifik. digitalisasi, automatisasi, jejaring dunia maya, dan lainnya menjadi “layanan” teknologi yang diciptakan manusia untuk manusianya itu sendiri dalam berbagai bidang yang mempengaruhi kebudayaan dari manusia itu sendiri (Piliang 2010).

Perkembangan tersebut telah memudahkan kita untuk hidup. Sebagai contoh sederhana, kita dapat berinteraksi dengan cara bertatap muka dengan kerabat atau saudara kita yang jauh disana, terbatas daratan atau benua sekalipun. Dengan jaringan kita kita perlu menggunakan surat menyurat secara fisik, tingal arahkan jari-jari kita pada sebuah perangkat dan kirim. Kita tidak perlu khawatir kehabisan uang di tengah malam, karena mesin-mesin penyedia uang atau lebih dikenal dengan mesin ATM sudah 24 jam menemani kita disetiap sudut. Bahkan kita dapat mengetahui jenis kelamin dalam kandungan seorang ibu dengan sebuah pemindai kedokteran CT Scan. Selain itu, dalam sebuah kejadian di tahun 2002 yang menggemparkan dunia, terjadi di Bali yaitu Bom Bali 1, Para teroris tidak perlu datang dan hadir langsung untuk memicu ledaknya bom tersebut, mereka hanya menggunakan sebuah perangkat telepon genggam untuk menjadi pemicu ledakan yang menewaskan 202 korban jiwa tersebut. Laskar pemuja kekerasan ini seolah meledek kita. Ketika arus besar merayakan ponsel sebagai gadget daya hidup, mereka justru piawai menunggangi teknologi media menjadi sebuat pernyataan politik (Murti 2009). Bahkan hari ini negara Amerika Serikat tidak perlu mengerahkan pasukannya untuk berperang, hanya perlu menggunakan pesawat tanpa alat yang dikendalikan dari ruang pengendali jarak jauh, mereka sudah bisa menghancurkan yang mereka anggap musuh dengan mudah.

Dalam penelitian kali ini penulis ingin mengetahui hubungan masyarakat dengan seni media yang lebih spesifik lagi persepsi kurator pameran seni media melihat masyarakat sebagai audiens dalam pameran Following yang diselenggarakan di Galeri Nasional Indonesia Febuari 2017. Penelitian ini melihat peluang bahwa tingkat masyarakat Indonesia khususnya Jakarta menggunakan teknologi media seperti smartphone, komputer jinjing dan lainnya cukup tinggi. Dan bagaimana masyarakat dalam merespon perkembangan seni-seni media yang beririsan dengan teknologi media itu sendiri. Penelitian ini menggunakan metode antropologi.

  • Kajian Pustaka

Pada konteks hari ini, Berbicara seni media tidak terlepas salah satunya seni video sebagai bagiannya. video lahir dari kemajuan teknologi media massa, yaitu; televisi (Rancajale 2015). Dalam perspektif politis, lahirnya seni video dapat dimaknai sebagai kelahiran seni rupa kesetaraan (demokrasi) yaitu memberi ruang kepada publik untuk masuk dalam karya-karyanya (Rancajale 2015). Teknologi media telah berkembang sejak ratusan tahun lalu. Penemuan teknik cetak di Cina pada abad kedua, dan mesin cetak Gutenberg di Jerman pada 1439 adalah awal dari mulainya ‘teknologi’ sebagai perantara seniman (pembuat) dan pemirsa (penikmat). Penemuan teknologi Fotografi Camera Obscura dan Kamera Lubang Jarum oleh Ibn Al-Haytham (Alhazen) pada akhir abad ke-9 dan disempurnakan oleh Della Porta dari Italia pada 1600 merupakan awal representasi kenyataan dalam bidang datar (Rancajale 2015). Seorang seniman seni media asal Amerika Serikat, menggusulkan bawah seni media adalah bentuk gelombang ketiga avant garde, karena mungkin ada lonjakan ‘Avant’ di pertengahan abad 20an (50an dan 60an) setelah kebangkitan gelombang pertama selama fin de siècle (Lichty 2013).Seni media meliputi video art, transmission art dan experimental film. Bentuk seni yang menggabungkan teknologi media yang pada 1990-an tidak lagi baru (Tribe 2007). Dalam arti etimologi luas, istilah menunjukkan seni yang menggunakan instrumen kreatif atau ekspresif baru yang dibuat tersedia untuk seniman, dari fotografi hingga bioteknologi (Rush 1999). Tulisan Agung Hujatnika dalam buku apresiasi seni media baru mengatakan bahwa pengertian umum tentang kata ‘media’ sebagai ‘perantara pesan’, Semacam proses pengiriman informasi dan proses komunikasi antara pengirim dengan penerima. (Hujatnika 2006).Ade Darmawan salah seorang seniman seni media menggatakan bahwa perkembangan seni media akan selalu sejalan dengan penemuan-penemuan teknologi baru yang juga mempengaruhi kehidupan masyarakat kontemporer (Rancajale 2015). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa seni media adalah sebuah bentuk kesenian yang lahir karena perkembangan laju teknologi informasi dan teknologi itu sendiri. Dieters Daniel secara radikal mengungkapkan bahwa seni media adalah seni anti-media, hal ini didasari bahwa perkembangan bentuk awal seni media terganggu oleh Perang Dunia 2 yang tidak terangkat hingga tahun 1960an, Pada tahun 1920an pada umumnya dianggap sebagai bentuk seni yang potensial dimasa itu. Perkembangan bentuk awal seni media saat ini sangat terganggu oleh Perang Dunia Kedua, dan tidak terangkat lagi sampai tahun 1960an. Tapi ada perbedaan yang cukup besar antara tahun utopia tahun 1920-an dan praktik pasca perang: pada tahun 1920-an, film dan radio pada umumnya masih dipandang sebagai bentuk seni yang potensial, seolah-olah merupakan kelanjutan sejarah seni dengan cara lain. Tapi di tahun 1960-an, ada peningkatan rasa pengunduran diri tentang apa yang sekarang disebut media massa dan dianggap sebagai budaya yang hilang (Daniels 2004).

Pada awal kehadiran seni media khususnya seni video di Indonesia, Teknologi video tidak terlalu memberikan kontribusi apapun pada masa awal kehadirannya. Teknologi ini hanya hadir sebagai perangkat media yang dikonsumsi oleh masyarakat, dengan berbagai efek-efek sosialogis dan politis yang mengikutinya. Penggunaan teknologi video sebagai salah medium dalam karya seni, baru hadir pada awal 1990an, dengan beberapa tokoh di dalamnya; Heri Dono, Krisna Murti dan Teguh Osentrix (Rancajale 2015). Dalam konteks global Seni Video muncul setelah adanya video tape (alat perekam video) yang dijual bebas. Kelahiran seni video tak lepas dari ketika Nam June Paik menggunakan Sony PORTAPAK-nya untuk mengambil gambar prosesi Paus Paulus VI di New York City pada musim gugur 1965. Pada hari yang sama, di seberang kota di café Greenwich Village, Nam June Paik memutar kasetnya dan seni video pun lahir (Rancajale 2015).

Hingga hari ini perkembangan seni media di Indonesia sangat cepat berkembang, banyak seniman-seniman yang menggunakan seni media sebagai bentuk presentasi dalam proses berkarya. Dalam praktiknya, kecendrungan seniman menggunakan seni media yang mempresentasikan permasalahan dari media dan teknologi itu sendiri sebagai sebuah wacana dan seni media yang sebagai bentuk dan medium yang mempresentasikan fenomena kehidupan sosial, budaya, politik dan ekonomi masyarakat di Indonesia. Dalam perkembangannya kedudukan seni media di negara berkembang seperti Indonesia, secara konvensional beranggapaan bahwa banyak hal-hal yang menghambat laju perkembangan seni media, seperti akses yang tidak memadai dan distribusi teknologi media yang tidak merata seta menguatkan argumen yang menganggap bahwa perkembangan seni media dipengaruhi oleh sejarah spesifik, sosio-kultur serta konteks estetik dimana teknologi baru dan lama diterima dan digunaan bukan karena oleh keterlambatan teknologi dan kemajuannya (Nadarajan 2009). Dalam praktiknya pendapat konvensional yang mengatakan bahwa negara berkembangan (Khususnya Indonesia) sebagai ‘late starter’ dalam perkembangan seni media. Hal ini didasari oleh 2 asumsi problematik, pertama bahwa perkembangan artistik mengikuti kontur perkembangan ekonomi dan yang kedua adalah teknologi media menentukan perkembangan seni media (Nadarajan 2009).Namun hal tersebut terbantahkan dengan penggamatan Krisna Murti yang dituangkan dalam buku dan esainya. Selain itu konsumerisme masyarakat sedikit membuat persepsi itu berubah di Indonesia, yang mana konsumsi teknologidalam hal ini gadget yang tidak ada habisnya di Indonesia turut mempengaruhi laju perkembangan seni media di Indonesia. Walau hal tersebut terkesan tidak terlalu secara langsung, namun seniman seni media di Indonesia menjadi hal tersebut sebagai kontek dan wacana dalam berkarya mereka.

Dalam perkembangannya seni media hanya bisa disampaikan melalui multimedia, Masing-masing teknologi multimedia audio visual membangkitkan pertanyaan estetika baru (Daniels 2004). Ada dua hal: yang pertama melekat pada medium (misalnya berbagai bentuk montase dalam fotografi, film dan media gambar digital), kedua dalam konteks budaya secara keseluruhan, yaitu bagaimana media berhubungan dengan media dan bentuk seni yang ada (Daniels 2004). Pendekatan baru terhadap estetika media ini dikemukakan sejak awal sebagai reaksi terhadap sifat teknologi yang semakin meningkat dan percepatan media persepsi sehari-hari. Motif kedua ini juga berlanjut sampai sekarang dalam analisis dan dekonstruksi seniman media massa. Contohnya meluas dari potongan sastra William Burroughs melalui remix Nam June Paik dari gambar TV ke sistematika Dara Birnbaum (Daniels 2004).

Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi dan wawancara dengan kurator pameran Following Mahardika Yudha. Beliau juga menjadi Direktur OK.Video sebuah organisasi dengan seni media sebagai fokus.

  • ISI PENELITIAN
    • Laporan Hasil

Pada pameran yang berlangsung di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta pada tanggal 9 -21 Februari 2017 dikuratori oleh Mahardika Yudha. Pameran ini mengundang seniman-seniman seni media yang tersebar di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Yogyakarta, Tangerang, Bekasi dan Bogor. Dengan seniman yang terlibat ialah Adel Pasha, Adhari Donora, Adityo Pratomo, Andang Kelana, Ari Dina Krestiawan, Ari Satria Darma, Budi Prakosa, Gelar Agryano Soemantri, Gooodit, Mahesa Almeida, MG Pringgotono, oomleo, Ricky ‘Babay’ Janitra. Pameran ini merupakan hasil kerjasama OK. Video, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Galeri Nasional Indonesia. Dan didukung oleh senimedia.id dan Gudang Sarinah Ekosistem.

Gambar 1 Salah satu suasana tour seniman dalam pameran Following. (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

(Sumber : Dokumentasi Probadi)

Pameran ini dibuka pada tanggal 8 Februari 2017 oleh Kepala Galeri Nasional Indonesia. Dalam berlangsungnya pameran, terdapat beberapa program publik dalam pameran ini seperti lokakarya, tour seniman, diskusi dan pertunjukan multimedia, Pada pameran ini beberapa program dilakukan tidak hanya di Galeri Nasional Indonesia, Namum dilakukan di Gudang Sarinah Ekosistem yang terletak di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan. Dalam pameran ini apresiasi masyarakat cukup tinggi. Dengan ramainya pengunjung Galeri dibanding pameran sebelum-sebelumnya beberapa tahun yang lalu. Dengan diadakannya program publik seperti tour seniman oleh penyelenggara pameran membuat sebuah pola interaksi baru antara seniman dengan apresiator. Program ini merupakan salah satu bentuk edukasi tentang seni media terhadap masyarakat. Kurator pameran mencoba membuat kedekatnya jarak antara karya seni media yang belum terlalu dikenal dan dipahami oleh masyarakat ini. Dengan begitu apresiasi pameran semacam ini bisa tumbuh.

Dalam pameran ini kurator mencoba untuk mendekatkan jarak antara karya seni media dengan masyarakat dengan berbagai cara, seperti dengan memanfaatkan media sosial yang sedang marak dewasa ini. Kurator memanfaatkan pola pengunjung pameran yang foto atau swafoto bersama karya di sebuah pameran, Kurator melihat peluang tersebut sebagai bentuk reproduksi informasi melalui media sosial kepada followersnya (teman-temannya). Dari fenomena tersebut pengunjung pameran masih berfoto sebatas foto yang masih berjarak saja, seperti yang diasumsikan oleh Mahardika Yudha sebagai kurator pameran ini pengunjug pameran sejauh ini hanya masih ditataran eksistensi dan kehadiran mereka diranah seni saja. Dari fenomena tersebut pameran ini mencoba memancing pengunjung pameran lebih jauh lagi untuk mereproduksi pengetahuan dengan bermain-main dan menerabas dengan karya seni media yang dipamerkan, sehingga membuat karya-karya seni media tidak berjarak dengan apresiatornya. Namun dalam kenyataanya pancingan yang dilakukan kurator dengan pola kerja interaksi dengan karya seni media, dalam hal ini media sosial sebagai pancingan pola kurang begitu efektif. Namun terdapat salah satu pengunjung yang datang membawa video game dari rumahnya dan menghubungkannya pada karya Adhari Donora seniman asal Pekanbaru untuk menghasilkan noise sound. Pada karya Adhari Donora yang berjudul PAL/NTSC/SECAM (2017), dia mencoba menggunakan meretas frekuensi sinyal CCTV dan televisi sehingga menghasilkan glitch dari visual dan suara.

Gambar 2. Salah satu pengunjung yang mereproduksi pengetahuan melalui karya seni media

 

Dengan media sosial menjadikan kemudahan kita untuk mendapatkan informasi soal hal-hal yang terkini di dunia maya. Dalam praktiknya pada pameran Following ini, Kurator mencoba menambahkan tanda pagar (hastag) #FollowingExhibition di media sosial sebagai kata kunci, Untuk memudahkan siapa pun mendapatkan informasi. Media sosial bukan dijadikan promosi secara langsung dalam pameran ini, namun akses informasi dan reproduksi pengetahuan itu yang diharapkan oleh pameran ini. Dalam penggunaan tanda pagar (tagar) tersebut juga menjadi pola penyelenggara untuk melihat apresiasi pengunjung pameran tersebut terhadap karya seni media dan juga kesadaran terhadap seni media itu sendiri. Hal tersebut dirasa lebih efektif di banding wawancara langsung kepada pengunjung yang hadir.

 

Gambar 3 Karya Adhari Donora di Pameran Following. (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar 4 Beberapa screenshot dari tagar #FollowingExhibition di Instagram. (Sumber : Dokumentasi Pribadi (di akses 10 Mei 2017)
  1. Interpretasi

Pada perkembangan masyarakat dan seni media memiliki jarak yang dekat, namun kesadaran seni yang dimiliki masih belum terbangun namun. Hal tersebut dinilai tidak masalah karena hal tersebut yang menyebabkan seni media terus berkembang. Pola masyarakat yang menggunakan media sosial sebagai akses informasi utama dewasa ini menjadi potensi yang sangat baik untuk mengajak masyarakat untuk mengapresiasi lebih dalam karya-karya seni rupa terlebih seni media yang notabene refleksi dari masyarakat dan teknologinya itu sendiri. Perlu adanya eksperimen dan strategi yang organis untuk bisa mengedukasi apresiator lebih dalam soal kesadaran seni itu sendiri. Dapat dilihat dari eksperimentasi yang dilakukan Diki panggilan akrab dari Mahardika Yudha yang merupakan kurator dari pameran Following sudah memperlihatkan gejala-gejala audiens untuk bisa masuk lebih dalam terhadap karya seni media. Media sosial dapat dilihat dari sebagai celah untuk masyarakat dalam mereproduksi pengetahuan dan penyelenggara pameran perlu membacanya lebih dalam lagi tidak soal promosi belaka namun jejak informasi dan reproduksi pengetahuan atau bahkan lebih dalam lagi.

III. KESIMPULAN

Dalam perkembangannya apresiasi terhadap seni media sudah memiliki potensi yang baik, didukung dengan perkembangan teknologi media di masyarakat seperti perangkat yang sudah dimilikinya. Tinggal bagaimana potensi tersebut dimanfaatkan oleh aktivis-aktivis kesenian khususnya seni media seperti kurator, seniman, peneliti dan penyelenggara kegiatan.

Hal tersebut dimanfaatkan sebagai kontruksi kesadaran masyarakat tentang fenomena teknologi di masyarakat dan juga perlunya membangun kesadaran seni di masyarakat agar masyarakat mampu memiliki kesadaran yang sama. Dengan begitu tawaran wacana yang ditawarkan oleh seniman media dan kurator bisa secara aktif menjadi refleksi dari masyarakat dan teknologinya.

 

Daftar Pustaka

Daniels, Dieter. Media Art Net. Wina: Goethe Institut & ZKM Media Art Centre, 2004.

Hujatnika, Agung. "Tentang Seni Media Baru: Catatan Perkembangan." In Buku Apresiasi Seni Media Baru. Jakarta: Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Nilai Seni dan Film, Depbudpar, 2006.

Lichty, Patrick. "Introduction." In Theory on Demand #12 Variant Analyses: Interrogations of New Media Art and Culture , by Patrick Lichty. Amsterdam: Institute of Network Cultures, Amsterdam , 2013.

Murti, Krisna. Essay Tentang Seni Video dan Media Baru. Yogyakarta: IVAA, 2009.

Nadarajan, Gunala. "Prakata." In Esai tentang Seni Video dan Seni Media Baru di Indonesia, by Krisna Murti. Yogyakarta: IVAA, 2009.

Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan Hipersemiotika. Vol. 4. Bandung: MATAHARI, 2010.

Rancajale, Hafiz. "Dasar-Dasar Pengetahuan Seni Video." Jakarta, 2015.

Rush, Michael. New Media in Art. London: Thames & Hudson, 1999.

Tribe, Mark. "New Media Art - Introduction ." Brown University Wiki (Brown University), Febuari 2007.